Komunikasi Dalam Organisasi
Andry Herdianto (30111829)
JAKARTA| 1DBO4 MANAJEMEN INFORMATIKA
Sebelum membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan
terminologi yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu
komunikasi dan organisasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin
“communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama.
Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna,
“commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita
mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan
lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita
mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan
orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling
berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar
pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama
dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu
terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk
kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan
bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada
two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal
balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk
mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk
mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari
berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang
terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing
individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan
manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik
organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi
perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi
tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang
tergabung dalam organisasi tersebut. Berdasarkan sifat komunikasi dan
jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya
“Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke
dalam tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha
menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan
pengertian, sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah
faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha
menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti
komunikasi antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss
dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam
komunikasi:
1. Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini
komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang
diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya
bersifat monolog.
2. Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang
pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik.
Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana
setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat
bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai
komunikan.
3. Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya
dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang
atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah
komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi
merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu
hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang
ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu
organisasi mensyaratkan:
1. Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan
semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang
jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
2. Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah
institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang
pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang
telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi
dalam organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human
communication) yang terjadi dalam kontek organisasi. Atau dengan
meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan
sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling
bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of
interdependent relationships).
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam
organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal.
Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang
sangat tegas. Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding
Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari
kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1. Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika
orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada
bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2. Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan
(subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi
dari bawah ke atas ini adalah:
a) Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di
antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang
setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a) Memperbaiki koordinasi tugas
b) Upaya pemecahan masalah
c) Saling berbagi informasi
d) Upaya pemecahan konflik
e) Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Proses Komunikasi
Pada tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
1. Perspektif Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang
mewakili perspektif kognitif adalah penggunaan lambang-lambang
(symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang
satu objek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini,
gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan
kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima
secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang
dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
2. Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku
memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana
sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada
receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa
komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di
mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh
respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu
pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah kita memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang
berbeda, kita mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi.
Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi,
perspektif perilaku dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam
organisasi bertujuan untuk mempengaruhi penerima (receiver). Satu
respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan (sender) dari setiap pesan
yang disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai efek yang
dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan
tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.
Sekarang kita mencoba memahami proses komunikasi antarmanusia yang disajikan dalam suatu model berikut:
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun
kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain,
sebagai berikut:
1. Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu
penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk
dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang
akan disampaikan.
2. Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu
sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya,
tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan
informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan atau
message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya
dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal
seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
3. Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan
yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima
dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu
tindakan tertentu. Pada langkah ketiga ini, kita mengenal istilah
channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan.
Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan
telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap
materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi
kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP
(overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran
komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai
kepada penerima seperti yang dikehendaki.
4. Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika
pesan itu bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar
yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan
hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan
penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya.
Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan
hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya penerimalah yang akan
menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan
respons terhadap pesan tersebut.
5. Proses terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan
balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang
telah disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dari
penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata
ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan
tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan
landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial,
komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat
fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi
(information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu
organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih
baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap
anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti
informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai
perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran
manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi
ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.
Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan
keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku
dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal
yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
1. Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu
mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk
memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi
kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority)
supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun
demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung
pada:
1. Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah.
2. Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
3. Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
4. Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
2. Berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada
dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan
kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak
boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan
selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan
ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya
daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara
sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar
dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan
kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua
saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi
tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga
saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama
masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan
darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk
berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap
organisasi.
Memahami Komunikasi dalam Organisasi
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan
kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu
organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan
gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan
mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam
tataran manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan
berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan
bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam
organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak
kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk
melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi. Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan
sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang
digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of
intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku
komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu
dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi
yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan
harapan dari penerima (receiver).
Gaya Komunikasi yang akan kita pelajari adalah sbb:
1. The Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya
satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur
perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang
menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu
arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih
memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka
untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan
perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan
dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback
tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator
satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain,
tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk
memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha
‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha
menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling
style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain
supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam
bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat
mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan
orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
2. The Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The
equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus
penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat
dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun
pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana
yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai
kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini,
adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta
kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam
konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian
style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya
ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam
situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang
kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya
tindakan share/berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu
organisasi.
3. The Structuring style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal
secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus
dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur
organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada
keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi
tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang
berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State
University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang
mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill
dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang
efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal
guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan
memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4. The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena
pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya
berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of
communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun
supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau
merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih
baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa
karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi
masalah yang kritis tersebut.
5. The Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran,
pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi
perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi
perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan
atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan
luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas
semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
6. The Withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak
komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai
gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa
persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang
tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya
tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna
bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga
mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan
orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks
komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the
equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang
ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan
relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek
yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir:
controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi
berlangsungnya interaksi yang bermanfaat.
Referensi
http://jihadi.staff.umm.ac.id/files/2010/01/2_komunikasi_organisasi.pdf
http://www.batan.go.id/mediakita/current/mediakita.php?group=Inovasi&artikel=inv2
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_organisasi
herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id