TUGAS SISTEM INFORMASI ASURANSI & KEUANGAN
PERANAN IT DI BIDANG ASURANSI
JAKARTAPeran para agen dalam industri perasuransian tetap penting, meski si empunya Microsoft, Bill Gates, pernah mengatakan perantara dalam hal ini agen akan musnah. Sebab, masyarakat membeli polis asuransi cukup melalui internet. Namun, Deputi Presiden Direktur dan Chief Marketing Officer AIG Lippo Life, Sugianganto Budisuharto, mengatakan, tidak sependapat dengan pernyataan yang kemudian memang dikoreksi oleh Bill Gates sendiri. Bagaimana kalau agennya menggunakan internet, kata Budi sambil tertawa.
Orang memang lebih suka berhadapan dengan orang ketimbang dengan layar monitor. Dan lagi, orang Indonesia tidak merasa membutuhkan asuransi kalau tidak ada yang mengingatkan.
Orang yang membeli asuransi melalui internet adalah orang yang memang bermaksud membeli asuransi untuk diri sendiri. Yang takut justru perusahaan asuransinya. Jangan-jangan orang yang ingin membeli asuransi melalui internet punya maksud tertentu seperti sudah divonis mati dokter. Orang tersebut sedang surving di Internet sambil terbaring di ruang gawat darurat rumah sakit siapa yang tahu, kata suami dari Fonny Winoto ini.
Mengenai kualifikasi agen, asosiasi perusahan asuransi Indonesia sudah membuat standarisasinya dan baru saja dibahas. Dulu Dewan Asuransi Indonesia menyelenggarakan uji lisensi keagenan namun sayang banyak yang tidak menggubris. Banyak agen yang belum mempunyai ijin tetapi tetap berjualan karena tidak ada penegakan hukum. Mulai tahun ini soal kualifikasi agen sudah dimasukkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) dan di peraturan tersebut sudah ditunjuk siapa yang mengatur hal itu yakni asosiasi.
Ke depan, menurut Budi, agen asuransi harus memiliki SIM (Surat Ijin Menjual). SIM A khusus menjual produk tradisional sedangkan SIM B untuk menjual produk unit link. Sama seperti di surat ijin mengemudi, pemegang SIM B otomatis bisa menjual produk tradisional tetapi sebaliknya tidak.
Di AIG Lippo, seluruh agen asuransi dilatih dan diuji sendiri dan biasanya standarnya lebih tinggi. Dengan keluarnya ijin keagenan, praktis seluruh silabus pelatihan kita minimum memenuhi standar.
Hambatan
Kendala yang menghambat perkembangan asuransi jiwa terkadang datang dari kaum rohaniwan yang tidak mengerti konsep berasuransi. Jika membeli produk asuransi jiwa berarti sama dengan menggadaikan jiwa. Padahal konsep tersebut salah besar. Apalagi di Indonesia life insurance diterjemahkan asuransi jiwa.
Di Malaysia, tadinya diterjemahkan asuransi nyawa dan kemudian diubah menjadi asuransi hayat yang berarti hidup. Kata jiwa selalu diasosiasikan dengan kematian padahal sebetulnya asuransi jiwa merupakan perlindungan terhadap pendapatan dan yang ditransfer adalah risiko ekonomisnya bukan menggadaikan nyawa, ucap Budi.
Hengkangnya perusahaan asuransi asing di Indonesia, menurut Budi, tak terlepas dari kesalahan manajemen perusahaan tersebut. Perusahaan asing yang membuka usaha di Indonesia tentunya ingin mencari kentungan. Ditambahkan, perusahaan asing tersebut tidak mengetahui rahasia menjalankan perusahaannya di Indonesia.
Kebanyakan orang sering mengatakan Indonesia adalah Amerika Serikat 20-30 tahun lalu sehingga produk dan cara menjualnya pun sama dengan di Amerika ketika itu padahal semuanya sudah berubah. Dua puluh tahun lalu, internet belum berkembang dan sekarang informasi ada di mana-mana.
Namun demikian hengkangnya perusahaan asing dari Indonesia bukan semata faktor keuntungan. Bisa saja cekcok dengan perusahaan partner seperti kasus New York Life. Kalau AIG sendiri menginginkan bisa berbisnis di Indonesia selamanya. Waktu itu Lippo Life berpartner dengan AIG setelah melihat ratingnya yang triple A dan komitmennya yang besar khususnya di Asia. Kita juga melihat cara AIG mengelola perusahaan, ujar Budi.
Tetapi, lanjutnya, ada juga perusahaan asuransi asing yang bagus menjalankan perusahaan di negaranya, ketika masuk ke Indonesia bernasib tragis. Perusahaan yang masuk pasar belakangan apalagi sudah menanamkan uang banyak menuntut manajemen bisa berlari kencang. Salah satu cara bisa berlari kencang dengan membajak karyawan perusahaan lain yang tentunya membutukan uang juga.
Terkadang membajaknya salah, akibatnya uang sudah dikeluarkan tetapi output tidak sesuai dengan yang diharapkan, jelasnya.
Buat Jadwal
Hobi Budisuharto membaca dan komputer, sementara olahraga sudah lama ia tidak lakukan secara rutin. Bermain badminton terakhir ia lakukan dua tahun lalu. Dulu waktu masih berkuliah di Bandung paling tidak seminggu tiga kali, katanya. Budi tergolong manusia yang haus akan ilmu pengetahuan. Buku apa saja ia lahap, mulai dari novel, marketing, komputer, keuangan dan buku-buku rohani.
Uniknya, di sela-sela kesibukan kantor, Budi memiliki jadwal membaca setiap hari. Dalam satu hari ia bagi dua yakni jam 6 pagi sampai 6 sore dan 6 sore sampai 6 pagi. Bacaan pertama biasanya untuk buku-buku bisnis, bacaan kedua biasanya untuk pengembangan pribadi. Membaca Novel saya lakukan pada hari libur, ujarnya.
Ketertarikan membaca buku komputer,tambah Budi, bermula ketika ia terjun di bisnis komputer sebelum bergabung di kelompok Lippo. Saya terjun di bisnis komputer terhitung dini, tahun 1983-1989, ungkapnya. Namun, sebenarnya sejak tahun 1980 dirinya sudah menguasai bahasa pemrograman basic.
Bidang komputer memang bukan hal baru bagi Budi. Sebelumnya, ia pernah menjalankan perusahaan komputer milik keluarga, PT Sidola, di Bandung. Karena itu, tak heran, bila PC di kantor terinfeksi virus ia tidak panik dan buru-buru memanggil staf IT membersihkan virus karena ia bisa melakukannya sendiri.
(SH/khomarul hidayat/danang joko)
Copyright Sinar Harapan 2003
JAKARTAPeran para agen dalam industri perasuransian tetap penting, meski si empunya Microsoft, Bill Gates, pernah mengatakan perantara dalam hal ini agen akan musnah. Sebab, masyarakat membeli polis asuransi cukup melalui internet. Namun, Deputi Presiden Direktur dan Chief Marketing Officer AIG Lippo Life, Sugianganto Budisuharto, mengatakan, tidak sependapat dengan pernyataan yang kemudian memang dikoreksi oleh Bill Gates sendiri. Bagaimana kalau agennya menggunakan internet, kata Budi sambil tertawa.
Orang memang lebih suka berhadapan dengan orang ketimbang dengan layar monitor. Dan lagi, orang Indonesia tidak merasa membutuhkan asuransi kalau tidak ada yang mengingatkan.
Orang yang membeli asuransi melalui internet adalah orang yang memang bermaksud membeli asuransi untuk diri sendiri. Yang takut justru perusahaan asuransinya. Jangan-jangan orang yang ingin membeli asuransi melalui internet punya maksud tertentu seperti sudah divonis mati dokter. Orang tersebut sedang surving di Internet sambil terbaring di ruang gawat darurat rumah sakit siapa yang tahu, kata suami dari Fonny Winoto ini.
Mengenai kualifikasi agen, asosiasi perusahan asuransi Indonesia sudah membuat standarisasinya dan baru saja dibahas. Dulu Dewan Asuransi Indonesia menyelenggarakan uji lisensi keagenan namun sayang banyak yang tidak menggubris. Banyak agen yang belum mempunyai ijin tetapi tetap berjualan karena tidak ada penegakan hukum. Mulai tahun ini soal kualifikasi agen sudah dimasukkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) dan di peraturan tersebut sudah ditunjuk siapa yang mengatur hal itu yakni asosiasi.
Ke depan, menurut Budi, agen asuransi harus memiliki SIM (Surat Ijin Menjual). SIM A khusus menjual produk tradisional sedangkan SIM B untuk menjual produk unit link. Sama seperti di surat ijin mengemudi, pemegang SIM B otomatis bisa menjual produk tradisional tetapi sebaliknya tidak.
Di AIG Lippo, seluruh agen asuransi dilatih dan diuji sendiri dan biasanya standarnya lebih tinggi. Dengan keluarnya ijin keagenan, praktis seluruh silabus pelatihan kita minimum memenuhi standar.
Hambatan
Kendala yang menghambat perkembangan asuransi jiwa terkadang datang dari kaum rohaniwan yang tidak mengerti konsep berasuransi. Jika membeli produk asuransi jiwa berarti sama dengan menggadaikan jiwa. Padahal konsep tersebut salah besar. Apalagi di Indonesia life insurance diterjemahkan asuransi jiwa.
Di Malaysia, tadinya diterjemahkan asuransi nyawa dan kemudian diubah menjadi asuransi hayat yang berarti hidup. Kata jiwa selalu diasosiasikan dengan kematian padahal sebetulnya asuransi jiwa merupakan perlindungan terhadap pendapatan dan yang ditransfer adalah risiko ekonomisnya bukan menggadaikan nyawa, ucap Budi.
Hengkangnya perusahaan asuransi asing di Indonesia, menurut Budi, tak terlepas dari kesalahan manajemen perusahaan tersebut. Perusahaan asing yang membuka usaha di Indonesia tentunya ingin mencari kentungan. Ditambahkan, perusahaan asing tersebut tidak mengetahui rahasia menjalankan perusahaannya di Indonesia.
Kebanyakan orang sering mengatakan Indonesia adalah Amerika Serikat 20-30 tahun lalu sehingga produk dan cara menjualnya pun sama dengan di Amerika ketika itu padahal semuanya sudah berubah. Dua puluh tahun lalu, internet belum berkembang dan sekarang informasi ada di mana-mana.
Namun demikian hengkangnya perusahaan asing dari Indonesia bukan semata faktor keuntungan. Bisa saja cekcok dengan perusahaan partner seperti kasus New York Life. Kalau AIG sendiri menginginkan bisa berbisnis di Indonesia selamanya. Waktu itu Lippo Life berpartner dengan AIG setelah melihat ratingnya yang triple A dan komitmennya yang besar khususnya di Asia. Kita juga melihat cara AIG mengelola perusahaan, ujar Budi.
Tetapi, lanjutnya, ada juga perusahaan asuransi asing yang bagus menjalankan perusahaan di negaranya, ketika masuk ke Indonesia bernasib tragis. Perusahaan yang masuk pasar belakangan apalagi sudah menanamkan uang banyak menuntut manajemen bisa berlari kencang. Salah satu cara bisa berlari kencang dengan membajak karyawan perusahaan lain yang tentunya membutukan uang juga.
Terkadang membajaknya salah, akibatnya uang sudah dikeluarkan tetapi output tidak sesuai dengan yang diharapkan, jelasnya.
Buat Jadwal
Hobi Budisuharto membaca dan komputer, sementara olahraga sudah lama ia tidak lakukan secara rutin. Bermain badminton terakhir ia lakukan dua tahun lalu. Dulu waktu masih berkuliah di Bandung paling tidak seminggu tiga kali, katanya. Budi tergolong manusia yang haus akan ilmu pengetahuan. Buku apa saja ia lahap, mulai dari novel, marketing, komputer, keuangan dan buku-buku rohani.
Uniknya, di sela-sela kesibukan kantor, Budi memiliki jadwal membaca setiap hari. Dalam satu hari ia bagi dua yakni jam 6 pagi sampai 6 sore dan 6 sore sampai 6 pagi. Bacaan pertama biasanya untuk buku-buku bisnis, bacaan kedua biasanya untuk pengembangan pribadi. Membaca Novel saya lakukan pada hari libur, ujarnya.
Ketertarikan membaca buku komputer,tambah Budi, bermula ketika ia terjun di bisnis komputer sebelum bergabung di kelompok Lippo. Saya terjun di bisnis komputer terhitung dini, tahun 1983-1989, ungkapnya. Namun, sebenarnya sejak tahun 1980 dirinya sudah menguasai bahasa pemrograman basic.
Bidang komputer memang bukan hal baru bagi Budi. Sebelumnya, ia pernah menjalankan perusahaan komputer milik keluarga, PT Sidola, di Bandung. Karena itu, tak heran, bila PC di kantor terinfeksi virus ia tidak panik dan buru-buru memanggil staf IT membersihkan virus karena ia bisa melakukannya sendiri.
(SH/khomarul hidayat/danang joko)
Copyright Sinar Harapan 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar